
French Foreign Minister Bernard Kouchner takes off a Jewish skull-cap, or Kippa, at the end of a visit to the Yad Vashem Holocaust Memorial in Jerusalem, Tuesday, Sept. 11, 2007. Kouchner is on an official visit to Israel and the Palestinian Territories. (AP Photo/Kevin Frayer)
Eskalasi konflik di Aleppo beberapa hari terakhir diwarnai propaganda anti-rezim Suriah yang sangat masif, baik oleh media Barat, maupun oleh media-media “jihad” di Indonesia. Dan inilah mengapa kita (orang Indonesia) harus peduli: karena para propagandis Wahabi/takfiri seperti biasa, mengangkat isu “Syiah membantai Sunni” (lalu menyamakan saudara-saudara Syiah dengan PKI, karena itu harus dihancurkan, lalu diakhiri dengan “silahkan kirim sumbangan dana ke no rekening berikut ini”). Perilaku para propagandis perang itu sangat membahayakan kita (mereka berupaya mengimpor konflik Timteng ke Indonesia), dan untuk itulah penting bagi kita untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Suriah.
Tulisan ini akan dibagi dalam beberapa judul yang membahas aktor-aktor utama konflik. Berikut ini bagian pertama.
The Medecins sans Frontieres (MSF)
Dalam beberapa hari ini ada video yang jadi viral, tentang seorang dokter anak terakhir (the last pediatrician) yang tewas akibat serangan udara yang dilakukan tentara Suriah (berita versi pro-jihadis/teroris). Dokter tersebut bekerja di MSF (Dokter Tanpa Batas, LSM yang bergerak memberi bantuan medis di berbagai wilayah konflik di dunia). MSF di Aleppo membuka rumah sakit justru di wilayah yang dikuasai pemberontak/jihadis Suriah. Pihak rezim Suriah telah menolak tuduhan bahwa mereka yang mengebom rumah sakit MSF. Tapi tulisan ini tidak sedang membahas siapa yang sebenarnya mengebom rumah sakit (dalam berbagai kasus pengeboman rumah sakit sebelumnya di Aleppo -di wilayah yang dikontrol tentara Suriah–, pelakunya justru pihak teroris/jihadis), melainkan tentang siapa MSF sebenarnya.
MSF didirikan oleh Bernard Kouchner, seorang dokter-politisi, bersama beberapa dokter Perancis lainnya pada 20 Desember 1971. Mereka mengklaim sebagai LSM pertama di dunia yang khusus memberikan bantuan medis darurat. Menurut BBC, MSF menjadi lembaga pertama di dunia yang memanfaatkan kekuatan besar media besar untuk membangun opini publik. Kouchner kemudian dikenal sebagai propagandis ‘humanitarian intervention’, sebuah ide untuk membantu warga sipil dimanapun berada. Seolah ini ide bagus, namun pada praktiknya, yang terjadi berkali-kali adalah pelanggaran kedaulatan sebuah negara demi kekuatan kapitalis global, dengan dibungkus label ‘intervensi kemanusiaan’[1].
Kouchner sempat menjadi Menlu Perancis tahun 2007-2010, dan pada masa itulah Perancis kembali berintegrasi ke dalam NATO. Kouchner satu ‘geng’ dengan Bernard Henry Levy, André Glucksmann, dll yang disebut sebagai ‘intelektual Yahudi Perancis’, yang secara konsisten mendorong perang di berbagai negara. Peran Kouchner dkk adalah “propagandis” (lobbyist, negosiator, atau makelar) perang. Mereka dibungkus label pejuang kemanusiaan, filsuf, intelektual, atau pengamat politik, membangun opini publik Barat untuk menyetujui serangan ke sebuah negara [2].
Tahun 1999, setelah NATO mengebom Serbia, Kouchner ditunjuk sebagai perwakilan tinggi PBB di Kosovo (dan kemudian terindikasi terlibat dalam kasus penyelundupan organ manusia). Namun pada tahun itu pula, ironisnya, MSF diberi hadiah Nobel Perdamaian. Pada tahun 2003, Kouchner menjadi salah satu pendukung utama invasi AS ke Irak. Tahun 2010, media Israel, Jerusalem Post menyebut Kouchner satu dari 15 Yahudi paling berpengaruh di dunia. Secara terang-terangan, Kouchner mengatakan bahwa ‘dunia harus melindungi Israel’. [3].
Pada Juli 2011, Bernard-Henri Levy menggelar konferensi internasional anti-Assad pertama, di Paris, diikuti oleh Kouchner, Frederik Ansel (anggota partai Likud, Israel), Alex Goldfarb (penasehat Menhan Israel), dan Andre Glucksmann (penulis Islamophobia). Tahun 2013, Koucher, Alain Juppe, dan Bernard-Henri Levy, dalam “konferensi internasional untuk Suriah” menyerukan agar masyarakat internasional mengintervensi (=menyerang) Suriah, dengan atau tanpa PBB [4].
[1] diteliti dalam disertasi HI Unpad https://dinasulaeman.wordpress.com/2013/09/29/disertasi-tentang-hipokritas-humanitarian-intervention/
[2] Baca buku Prahara Suriah (Dina Y. Sulaeman, 2013)
Penulis: Dina Y. Sulaeman
Sambungan: