Beranda » Nuklir Iran
Category Archives: Nuklir Iran
Reportase Saya dari Iran, Soal Hezbollah
Pagi-pagi baca postingan di Fanpage Felix Irianto Winardi membuat saya teringat pada arsip tulisan lama saya. Romo Felix menulis apa saja kunci kemenangan Hez lawan Israel selama ini (https://www.facebook.com/felix.irianto.winardi/posts/368004823955639).
Tahun 2006, saya menulis ‘laporan pandangan mata’ dari Iran, karena saat Perang 34 Hari Hez vs Israel berlangsung, saya sedang berada di Iran, bekerja sebagai jurnalis di IRIB.
***
Menatap Wajah Hezbollah dari Iran (Dina Sulaeman, dimuat di Padang Ekspres, 3 Agustus 2006)
Sejak meletusnya perang di Lebanon, suasana perang amat terasa di Iran, terutama jika kita banyak menonton televisi. Betapa tidak, tiap sebentar diputar filler (film pendek) berisi adegan-adegan perang, dilatarbelakangi lagu-lagu heroik berbahasa Arab. Pidato Sayid Hasan Nasrallah, pemimpin Hezbollah Lebanon, yang berisi ancaman-ancaman terhadap Israel disiarkan live atau siaran tunda. Laporan-laporan reporter televisi Iran disampaikan secara live dari Lebanon, bahkan ada reporter yang melaporkan kondisi terakhir dengan diiringi suara bom beruntutan dan asap hitam di belakang punggungnya. Setiap hari, berita channel satu pukul sembilan malam akan dimulai dengan kalimat, “Perjuangan hari kesekian (ketiga.. ke sembilan..ke duapuluh)…” lalu mengabarkan kondisi terbaru di medan perang.
Q&A Tentang Iran (2): Tentang Aset dan JCPOA
Baca Q&A bagian pertama.
Q: Apa benar uang Iran yang dibekukan AS sudah dicairkan?
A: Dalam studi HI, pernyataan-pernyataan kepala negara dan pejabat penting negara adalah data primer. Jadi, silahkan cek pernyataan-pernyataan Presiden Iran di media, apa ada pengakuan bahwa uang Iran yang dibekukan AS sudah dicairkan? Tidak ada. Ketika tidak ada, lalu seorang ‘pengamat’ mengutip media massa, dan media massa itu juga entah mengutip darimana, nilai validitasnya lebih rendah.
Salah satu di antara pernyataan pemerintah Iran adalah pernyataan Presiden Rouhani pada 1 Februari 2018. Ia mengatakan:
“No-one in Washington is allowed to make decisions for the great Iranian nation…”
“If you are being sincere [about your compassion for the Iranian nation], then how about returning the confiscated properties of the Iranian people?…”
[Jika Anda –Amerika- benar-benar tulus terhadap bangsa Iran, bagaimana bila Anda mengembalikan harta bangsa Iran yang Anda rampas?]
Q: Mengapa kekayaan Iran dibekukan AS?
A: Memang inilah modus AS merampok uang bangsa-bangsa di dunia dengan alasan ‘demokrasi’. Saat Presiden Qaddafi kerepotan menghadapi “jihadis” (yang kemudian dibantu oleh NATO), aset-aset Libya senilai 150 M USD yang disimpan di AS, Perancis, Inggris, Belgia, Netherland, Italia, Kanada, dibekukan. Benar-benar sebuah ‘kebetulan’ bahwa negara-negara ini bersama-sama bergabung dalam NATO. Setelah pemerintahan transisi Libya (pro AS) terbentuk, uang itu dicairkan tapi diberikan kepada Libya dalam bentuk hutang. Mengapa pemerintah transisi Libya mau? Simpel sekali, karena mereka bisa naik ke tampuk kekuasaan berkat ‘bantuan’ NATO. (baca: Perampokan ala NATO)
Itu pula yang terjadi di Iran. Karena pemerintah baru Iran pasca tergulingnya Shah Pahlevi adalah pemerintahan yang anti-AS, semua aset Iran dibekukan. Pembekuan aset ini tidak hanya terkait uang yang berada di DALAM negeri AS, tapi juga di bank-bank lain di berbagai penjuru dunia.
Bank-bank dan perusahaan Iran tidak bisa mengambil uang yang mereka simpan di Eropa, bahkan termasuk uang penjualan minyak Iran. Misalnya, Shell mengaku menyimpan 2,3 miliar USD uang Iran, yang seharusnya dibayarkan atas pembelian minyak Iran.
Memahami Kesepakatan Nuklir Iran
Oleh: Dian Wirengjurit
Duta Besar RI untuk Republik Islam Iran
KOMPAS, 19 Agustus 2015
Kesepakatan Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) di antara negara-negara P5+1 (versi AS) atau E3/EU3+3 (versi UE) dan Iran yang dicapai di Wina, Austria, 14 Juli lalu, memang historis.
Setelah pertemuan maraton 19 hari yang dihadiri ke-7 Menlu plus Kepala Hubungan Luar Negeri Uni Eropa (UE), upaya menembus kebuntuan 12 tahun pun berakhir. Banyak yang menyatakan keberhasilan itu salah satu capaian di bidang pengawasan persenjataan dan diplomasi yang langka. Banyak pula yang menilai sebagai keberhasilan apa yang disebut Thomas Friedman sebagai Obama Doctrine, yaitu ”a common denominator” kebijakan AS untuk membebaskan Myanmar, Kuba, dan Iran dari isolasi yang berlarut-larut.
Sayangnya, hingga saat ini masih banyak kalangan—pebisnis khususnya—yang kurang memahami Kesepakatan Wina ini. Pertama, mereka menganggap dengan perjanjian ini, isu nuklir Iran telah selesai. Kedua, sanksi ekonomi pun otomatis berakhir, dalam arti perdagangan dan transaksi perbankan dengan Iran sudah diperbolehkan.
Iran Bekerjasama dengan Israel?
Tuduhan ini sering diungkapkan oleh ‘pengamat’ dengan dua model:
-pengamat ‘takfiri’ : mereka memakai teori konspirasi yang salah kaprah, misalnya Iran itu pura-pura saja anti-Israel karena sebenarnya Syiah itu sama saja dengan Yahudi, buktinya di Iran banyak orang Yahudi dibiarkan hidup, tetapi orang Sunni dibunuhi. Kesalahan argumen ini tentu saja dari validitas datanya. Siapa bilang orang Sunni di Iran dibunuhi? Sunni, Yahudi, Majusi, Kristen, dan Syiah Iran hidup berdampingan dengan damai, dan semua mazhab dilindungi haknya oleh undang-undang.Baru-baru ini, seorang wanita muslim Sunni bahkan terpilih menjadi walikota di kota Kalat, provinsi Sistan-Baluchistan. Bisa dibaca di sini.
-pengamat ‘intelektual’: rasanya jarang ada intelektual yang menggunakan teori konspirasi kebablasan untuk menyebut adanya kerjasama di balik layar antara Iran dan Israel; tapi bukannya tidak ada. Antara lain, Dinna Wisnu Ph,D, dosen Hubungan Internasional dari Univ Paramadina. Tulisannya bisa dibaca di sini.
Purkon Hidayat, jurnalis dari Iran Broadcasting (IRIB), menulis tanggapan atas tulisan itu dengan mengoperasionalisasikan teori speech act-nya Onuf. Saya sangat menikmati tulisan ini. Mantap! Silahkan membacanya di sini:
Trita Parsi, Iran dan Israel (bagian 1)
Trita Parsi, Iran, dan Israel (bagian 2)
—
Tulisan saya sebelumnya, untuk membantah teori konspirasi kebablasan adanya kerjasama Iran-Israel, bisa baca di sini:
Mengapa Iran Tak Serang Israel?
Ada lagi tulisan lain yang sederhana, tak pakai teori-teori, hanya pakai data empirik, tapi cukup telak menjawab pertanyaan ini,
Iran dan Opera Bouffe (Purkon Hidayat)
Ini tulisan bagus, terutama buat beberapa mahasiswa yang mengontak saya, yang minta saran dalam penulisan untuk skripsi/tesis soal Iran. Intinya, gunakan paradigma yang integral saat menganalisis Iran.
Iran dan Opera Bouffe
Oleh: Purkon Hidayat
Lebih dari seabad lalu, Morgan Shuster pernah berseloroh menyebut politik Iran seperti Opera Bouffe. Sebuah opera dengan para pemain yang gonta-ganti kostum begitu cepat dan tidak mudah ditebak. Bagi saya banker Amerika itu tidak sedang bercanda. Ia serius di tengah kebingungannya menganalisis Iran. Itu bukan hanya menimpa Shuster. Betapa banyak para analis dan politikus kecele.
Mungkin, Jimmy Carter perlu ditanya sekedar mengingatkan tentang prediksinya yang meleset mengenai Iran. Lebih dari tiga dekade silam, ketika kedutaan AS di Tehran diduduki para mahasiswa, sang Presiden Paman Sam itu pernah sesumbar, “Tehran akan kita kuasai dalam hitungan jam.” Dan Pentagon pun mengirimkan pasukan elit militer terbaiknya dari kapal induk yang diparkir di salah satu negara Arab.
Operasi militer dengan sandi Eagle Claw ini menggunakan Hercules C-130, jenis pesawat tercanggih kala itu. Tapi, tim militer yang dibanggakan tersebut luluh lantak dihantam badai di Tabas, Iran Tengah. Sisanya, melarikan diri tunggang langgang. Misi Gedung Putih gagal, Carter pucat pasi. Amerika merana dipermalukan sebuah negara kecil yang baru saja mendeklarasikan sistem kenegaraan barunya.
Gagal menjalankan operasi militernya sendirian, Washington tidak kehilangan akal. Diktator Irak Saddam Hussein diprovokasi untuk menginvasi Iran. AS pun memasok kebutuhan militer pemimpin rezim Baath Irak itu. Tapi prediksi Barat kembali meleset. Alih-alih bertekuk lutut dan menyerah, Iran dengan bendera barunya “Republik Islam” yang baru seumur jagung justru memberikan perlawanan telak terhadap rezim Saddam Irak yang dibantu negara-negara Barat dan Arab.
Israel Inside
©Dina Y. Sulaeman
Membaca analisis orang ‘luar’ terhadap Israel, mungkin sudah biasa. Mendengar Ahmadinejad berkali-kali menyatakan prediksinya bahwa Israel sebentar lagi akan tumbang, juga sudah biasa. Namun, cukup menarik bila kita membaca analisis orang Israel terhadap negaranya sendiri. Di dalam Israel, sesungguhnya ada juga segelintir orang yang ‘tercerahkan’ dan bisa menilai dengan jernih kebobrokan ‘negara’ dan pemerintahan Zionis. Mereka menulis, melakukan aksi-aksi perdamaian, dan berorasi di berbagai negeri untuk membangkitkan kesadaran sesama Yahudi dan umat manusia umumnya, supaya berhenti mendukung Zionisme. Kelompok “Women in Black” misalnya. Mereka secara rutin melakukan aksi berdiri dalam diam dengan mengenakan pakaian hitam-hitam, sambil membawa spanduk-spanduk anti penjajahan Palestina. Tak pelak, mereka dikata-katai ‘pelacur’ dan ‘pengkhianat’ oleh orang-orang Israel.
Apa yang membangkitkan kesadaran orang-orang itu? Tak lain, karena kondisi di dalam negeri Israel memang sangat buruk. Uri Avnery dan Gilad Atzmon adalah dua penulis Israel yang sering menyuarakan kritik terhadap pemerintahan Zionis. Dalam tulisan berjudul “Why Israel Will Not Attack Iran”, Avnery dengan gaya sarkasmenya menyebut Israel bagaikan anak sekolah yang mengancam “Hold me back, before I break his bones!”