Kajian Timur Tengah

Beranda » Irak » Obama dan Gagalnya Perjanjian Baghdad-Washington

Obama dan Gagalnya Perjanjian Baghdad-Washington

New Release 2013

Prahara Suriah

New Release (2013)

"journey to iran"
"doktor cilik"
"princess nadeera"
"doktor cilik"
ahmadinejad

Oleh: Dina Y. Sulaeman*
[dimuat di koran Singgalang edisi hari ini ]
Batas waktu 31 Juli yang ditetapkan Washington untuk penandatanganan SOFA (Status of Forces Agreement; perjanjian keamanan jangka panjang) Baghdad-Washington telah berlalu belasan hari. Ternyata, PM Irak, Nuri Al Maliki masih berpikir sehat. Dia tetap menolak menandatangani, meski Washington telah mengerahkan berbagai macam upaya, termasuk ancaman dan paksaan. Bush sedemikian ngotot agar perjanjian yang akan memberi AS kesempatan memperpanjang masa tinggalnya di Iraq-bahkan mem-permanen-kannya-itu bisa ditandatangani. Kini, setelah batas waktu terlewati, Bush masih mengusahakan “perjanjian jembatan” (bridge agreement).

Mengapa Bush sedemikian bernafsunya mempertahankan pasukan AS di Irak padahal toh masa kekuasaannya tinggal menghitung hari

(4 November 2008 pemilu presiden AS akan dilangsungkan dan Bush sama sekali tidak berkesempatan menjadi presiden lagi)? Padahal lagi, kenyataannya, perekonomian AS tengah terhuyung-huyung menanggung beban berat biaya perang (12 Milyar US Dollar perbulan). Belum lagi opini umum AS yang telah tersadarkan bahwa ternyata alasan invasi ke Irak yang dikemukakan Bush adalah bohong besar belaka. Bush diberi mandat oleh Kongres AS (Public Law 107-243, disahkan 2002) untuk menggunakan kekuatan militer di Irak dengan tujuan:
(1) mempertahankan keamanan nasional AS di hadapan ancaman Irak
(2) melaksanakan semua resolusi PBB yang relevan, yang terkait dengan Irak

Senjata pembunuh massal yang konon dimiliki Irak, yang membahayakan bangsa AS, dan karena itu tentara AS harus dikirim ke Irak untuk mencegah ancaman senjata itu, ternyata tak ditemukan sedikit pun. Kini, ketika perang telah berlalu lima tahun dan situasi semakin memburuk, Bush tetap berkeras menolak perundingan apapun untuk menghentikan perang Irak. Mengapa?

Sebabnya, apalagi kalau bukan demi mengamankan posisi para investor Perang Irak, yaitu perusahaan-perusahaan senjata, minyak, dan kontraktor yang meraup keuntungan milyaran dollar dari kekacauan di Irak. Bush tidak akan mengosongkan medan perang di Irak sebelum pemerintahan yang terbentuk di sana adalah pemerintahan yang tunduk patuh pada kemauan AS. Kenyataannya, Nuri Al Maliki, meski sebenarnya membutuhkan perlindungan AS untuk mengamankan posisinya, tetap memilih berpihak pada suara mayoritas bangsanya yang anti-AS. Dalam posisi lemah seperti ini, Washington yang saat ini diwakili Bush tentu akan mati konyol bila bernegosiasi. Kata Prof. Edward Haley dari Claremont McKenna College, time is political as well as chronological. Waktu adalah politik. Dalam politik, waktu bisa mengubah banyak hal. Jadi, satu-satunya kartu truf yang dimiliki Washington adalah mengulur-ulur waktu, berharap ada keajaiban yang terjadi esok hari.

Dalam pemilu 4 November mendatang, bila McCain menang, para investor perang Irak tentu akan lega dan mereka tetap aman. Tapi, bila Obama yang menang, situasinya masih belum jelas. Yang pasti, Obama menyatakan diri anti perang dan bertekad akan menarik pasukannya dari Irak. Itulah sebabnya, dalam perspektif Washington, sebaiknya ada perjanjian yang segera dibuat untuk mengamankan posisi AS di Irak.

Namun, Obama pun sebenarnya bukan calon malaikat penyelamat Irak, sehingga para investor perang tak perlu khawatir. New York Times edisi 14 Juli memuat tulisan Obama yang mengungkapkan rencana ‘aneh’-nya.

…Pada hari pertama masa tugas saya, saya akan memberikan tugas baru kepada militer: menghentikan perang. Sebagaimana telah saya katakana berkali-kali, kita harus berhati-hati dalam melepaskan diri dari Irak, sebagaimana dulu kita sedemikian cerobah melibatkan diri [dalam konflik ini]. Kita harus memindahkan pasukan kita dengan aman dalam jangkan waktu 16 bulan. …. Setelah itu, akan ada ‘pasukan sisa’ yang bertahan di Irak untuk melakukan misi terbatas: mengejar sisa-sisa Al Qaida di Mesopotamia, melindungi para pegawai Amerika dan melatih pasukan keamanan Irak seiring dengan kemajuan politik di Irak. Jadi, ini bukanlah penarikan [pasukan] yang tergesa-gesa. [1]

Keanehan Obama, tampak pada paragraf-paragraf selanjutnya, yaitu niatnya untuk memindahkan pasukan yang ditarik dari Irak itu ke Afganistan dan Pakistan. Alasannya, perang melawan terorisme harus tetap dilanjutkan dan sumber terorisme adalah Al Qaida. Karena itulah, kata Obama, militer AS harus memfokuskan diri pada operasi militer di Afghanistan dan Pakistan. Proposal macam apakah ini? Tidakkah ini sekedar kamuflase? Poinnya tetap sama: AS akan meneruskan intervensi militernya di negeri-negeri muslim.

Waktu adalah politik. Dalam kondisi sekarang, isu terbaik yang bisa dijual Obama adalah penghentian perang Irak. Siapa tahu setelah menang, waktu memberi keajaiban lain. Tapi, agar kelak tak dicap pembohong, pagi-pagi Obama sudah menyampaikan rencananya: penarikan pasukan dari Irak secara ‘tak tergesa-gesa’ dan memindahkannya ke negara yang tak terlalu jauh, Afganistan dan Pakistan.[]

*Dina Y. Sulaeman, penulis buku “Ahmadinejad on Palestine”, pengamat kajian Timur Tengah

[1] http://www.nytimes.com/2008/07/14/opinion/14obama.html?_r=1&oref=slogin


7 Komentar

  1. EXTREM berkata:

    emang ga bisa dipercaya….

  2. alireza77 berkata:

    Kalo perjanjian keamanan disepakati, siapa yang menang? Ada indikasi loh!! Saat ini, perjanjian lagi diserahkan ke parlemen.

  3. nadin berkata:

    Halo Bunda Dina…ikut komentar ya…

    Rasanya memang tidak ada dunia yang begitu bergolak seperti dunia politik. Menit ini mengalir ke utara, menit berikutnya lari ke selatan.

    Siapapun presiden AS yang akan terpilih, saya ragu dunia timur akan lepas dengan mudah dari semua intervensi mereka.

    Tapi, bukan berarti kita lantas berhenti berharap dan berdoa bukan? Bahwa Obama sudah terlanjur meneriakan pekik anti perang, mungkin merupakan lilin kecil ditengah kegelapan…but still…it’s a light!

    Mari berharap lilin itu tidak mati ketika kursi presiden berhasil diduduki. Soal Afganistan dan Palestina…moga – moga cuma taktik kampanye saja ya bunda…;( (amien)!

  4. dinasulaeman berkata:

    @Nadin: halo Nadin..salam kenal, thx for stopping by:) I agree… jalan masih sangat panjang bagi dunia Timur utk bisa independen.. Ttg Obama, saya pikir, sistem politik AS yg dihegemoni kaum Zionis membuatnya tak leluasa bergerak..kalaupun dia benar2 org baik dan mau menghentikan perang, ada banyak kekuatan2 di sekitarnya yg akan menghalangi langkahnya.

  5. Alifa Yogananda berkata:

    Whalah…
    Kalau saya kok nggak pernah berharap banyak pada penguasa AS.
    Dulu waktu Bush tua kurang ajar, orang-orang berharap pada Clinton. Dan tetap saja AS sewenang-wenang.
    Clinton dicap buruk, orang berharap pada Bush Junior. Dan AS makin sewenang-wenang.
    Sekarang, Bush Jr. buruk, orang bermimpi Obama…
    Apa yang akan terjadi?
    Rasanya, presiden itu cuma puncak gunung es. Yang dibawahnya… tetep saja… au ah.. elap…. :-((

  6. dinasulaeman berkata:

    @Alireza; trus gimana skrg..disetujui parlemen nggak tuh?

    @mas Ali: tumben serius komen? :p

  7. nazhara berkata:

    waaah, bunda… pekan2 ini obama menang menggali suara di kalangan masyarakat amerika, nanh kira2 kalo dia yang jadi presiden gmn ya? 😀

Komentar ditutup.

Arsip 2007 ~ Sekarang