Kajian Timur Tengah

Beranda » Syria » Tanggapan Balik atas Kritikan Wawancara dengan Jurnalis Syria

Tanggapan Balik atas Kritikan Wawancara dengan Jurnalis Syria

New Release 2013

Prahara Suriah

New Release (2013)

"journey to iran"
"doktor cilik"
"princess nadeera"
"doktor cilik"
ahmadinejad

Wawancara saya (sebenarnya awalnya tidak saya niatkan wawancara, tapi lebih untuk ngobrol-ngobrol) dengan jurnalis senior Syria, mengundang banyak tanggapan, mulai yang diungkapkan terbuka di FB atau melalui inbox dan email. Selain tanggapan positif, banyak juga tanggapan negatif yang mempertanyakan validitas narasumber (yang identitasnya saya tutupi atas permintaan sang jurnalis, karena alasan keamanan), ada juga yang melempar fitnah sektarian (bawa-bawa isu Sunni-Syiah), dan ada juga yang ‘baik hati’: menawarkan untuk mengenalkan saya pada aktivis atau jurnalis pro-pemberontak.

Wow, kebayang kalau saya wawancara sama orang tersebut, yang ada mungkin debat kali ya..? Soalnya untuk kasus Suriah, karena saya sudah lama menelitinya, kepala saya penuh dengan banyak data. Tidak mungkin saya akan diam saja kalau si narasumber berbicara sesuatu yang tidak valid. Misalnya, dia berbicara sesuatu yang menurut pengetahuan saya itu tidak benar, pasti akan saya kasih argumen bantahan; lalu dia akan membantah lagi, dan saya bantah lagi dengan menyodorkan bukti-bukti yang saya punya.. dan seterusnya.. (masih untung kalau gak dikafir-kafirin)… Eh.. jadinya bukan wawancara dong yaaa..?

Lagipula, ngapain saya repot-repot wawancara jurnalis pro-pemberontak? Tinggal buka saja CNN, Time, Telegraph, Fox News, New York Time, AlJazeera, Eramuslim, Hidayatullah, Arrahmah, Media Umat, dll dengan gampang akan ditemukan pemberitaan pro-pemberontak dari para jurnalis itu (unik sekali, baru kali ini media muslim bisa bahu-membahu dengan media Barat dalam membahas isu jihad).

Bukankah media internasional sudah menghegemoni opini publik dengan berita pro-pemberontak? Kenapa musti marah kalau ada yang berusaha memberikan berita penyeimbang (dan lucunya, sambil menuduh ‘tidak berimbang’)?

Dalam setiap konflik, umumnya akan ada dua atau lebih versi pemberitaan. Allah sudah mengaruniai kita akal dan nurani; pakai keduanya untuk meneliti setiap berita.

Ini saya kutip tulisan Russ Baker, jurnalis AS, yang banyak mengkritisi pemberitaan yang dilakukan media Barat yang tidak berimbang (melulu memberitakan versi pemberontak):

“Anda tidak perlu menjadi fans Assad untuk menemukan [fakta] bahwa adalah penting untuk mendengar pendapatnya. … Ini mengingatkan saya pada sebuah aturan yang kita pelajari di sekolah jurnalistik, namun kini sepertinya sudah diabaikan: untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, lakukan upaya maksimal untuk berbicara dengan kedua pihak.”

Coba baca kembali media-media Barat, yang meskipun banyak memelintir berita-berita soal Suriah (dari sudut pandang kubu antiperang tentunya; tapi kalau dari sudut pandang kubu pemberontak, pemberitaan media Barat itu malah sangat menguntungkan mereka). Mereka itu biasanya berterus-terang bahwa sumber mereka tidak bisa terverifikasi.

Misalnya, pemberitaan BBC soal foto jenazah pembantaian di Houla, meski sudah langsung menuduh bahwa Assad pelakunya; BBC menyebut: foto ini, yang tidak bisa diverifikasi secara independen, diyakini adalah jenazah anak-anak korban pembantaian Houla yang akan dimakamkan. Dan tak lama kemudian terbukti itu foto korban teroris di Irak (fotografernya sendiri yang buka mulut di FB). Atau, wawancara koran Telegraph pada seorang anak yang mengaku bernama Ali, meski sangat tendensius, tetap menulis ‘kesaksian Ali tidak bisa kami verifikasi’.  Ali diwawancarai melalui Skype, si wartawan Telegraph tidak kenal/bertemu langsung, dan Ali dihadirkan oleh aktivis oposisi. Dari sisi jurnalistik ini ada cacat. Anehnya, pemberitaan dari sumber-sumber seperti ini diterima begitu saja oleh dunia internasional (termasuk kaum muslim).

Lalu, bagaimana dengan media Islam yang pro pemberontak?

Apa sumber mereka terverifikasi? Apa Anda kenal siapa Abu ini.. Abu itu.. yang dikutip oleh media-media Islam itu (yang mengutip lagi entah dari media mana)? Atau, apa Anda kenal sama Al Julani, pemimpin Jabhah An-Nusrah? Bahkan anggota JN sendiri ternyata tidak kenal sama dia, dia selalu tampil dengan penutup wajah. Laporannya bisa dibaca di majalah Time dan anehnya, ini diposting ulang oleh Hizbut Tahrir Inggris dengan tanpa catatan (sanggahan atau komentar)..artinya isinya disetujui (diverifikasi oleh HT). Bisa baca di sini. : (terakhir kali diakses oleh saya tanggal 30 Mei 2013, 04:45, siapa tau nanti mereka hapus).

Dan seperti saya bilang di pengantar wawancara, identitas narasumber saya tutupi demi keamanannya. Teroris di Suriah sampai tega makan jantung mayat; ulama sunni di Aleppo, Sheikh Hassan Seifeddin dimutilasi dan kepalanya digantung di menara masjid;  Syekh Buthy dibom; kesalahan mereka hanya satu: menolak dukung pemberontak. Baru-baru ini, wartawati Syria tewas dibunuh saat bertugas di Al Qusayr.

Bisa saja sih, seperti biasa para simpatisan pemberontak Suriah di Indonesia akan menjawab: “Itu fitnaaah..itu Assad yang melakukan..!?”  Silahkan saja terus berpegang pada kalimat ini untuk menjawab setiap bukti yang menunjukkan kebrutalan para pemberontak Suriah.

Yang jelas, saya bertemu narasumber saya bukan di jalanan tapi lewat lembaga terhormat (anda pasti kaget kalau saya kasih tahu, tapi tentu tidak bakal saya kasih tahu karena saya sudah janji), identitasnya jelas dan terverifikasi. Dan saya juga mempertaruhkan kredibilitas saya sebagai analis politik di Global Future Institute. Sama sekali tidak bertentangan dengan kode etik jurnalistik bila identitasnya saya tutupi. Juga,  sama sekali tidak bertentangan dengan penulisan karya ilmiah. Coba deh baca-baca tesis atau disertasi orang-orang.. biasanya nama narasumber tidak dicantumkan; tapi jelas terverifikasi (karena sudah disetujui dosen; dosen sudah menganggap narasumber yang bersangkutan layak untuk dijadikan narasumber).

Demikian.

Arsip 2007 ~ Sekarang