Kajian Timur Tengah

Beranda » Ekonomi Politik Global » Tentang Subsidi BBM (Lagi)

Tentang Subsidi BBM (Lagi)

New Release 2013

Prahara Suriah

New Release (2013)

"journey to iran"
"doktor cilik"
"princess nadeera"
"doktor cilik"
ahmadinejad

Berikut ini copas dari status teman FB saya, mahasiwa pintar yang studi di Amerika. Menarik sekali infonya. (Saya edit bahasanya sedikit)

Tahun 2003, kondisi migas di AS = defisit

Tahun 2013, kondisi migas di AS = surplus

Tahun 2003, kondisi migas di Indonesia = surplus

Tahun 2013, kondisi migas di Indonesia = defisit

Mengapa AS bisa dari yang tadinya defisit menjadi surplus dan Indonesia sebaliknya? Pertama karena kebijakan Obama yang mengijinkan explorasi offshore/onshore di DN dan teknologi frakturing. Sekarang ini AS gak perlu lagi import minyak dunia dari dunia arab karena supply DN sudah surplus dan sebaliknya AS menjadi negara pengexport terbesar #3 melebihi negara2 OPEC.

Lalu pertanyaanya, kenapa harga minyak dunia masih sekitaran $100 ? Penyebab sebenarnya bukan karena lifting cost tetapi ongkos untuk mensubsidi rakyat Arab Saudi sebagai pengexport minyak terbesar dunia. Dengan kondisi skrg, pemerintah Arab Saudi diharauskan menSUBSIDI terus menerus rakyatnya biar tidak berontak dan terjadi arab spring di Saudi. Caranya dengan menjaga agar minyak dunia tidak jatuh di level dibawah $100. Itu makanya saudi gak akan memperbanyak supply migas tapi menahannya di level sekarang.

Efeknya yang buruk tentu buat negara linglung kayak indonesia, yang sekarang karena penerimaan migasnya sudah defisit, semua perusahaan minyaknya juga gagal (BP Migas/Pertamina/Petral) mengexplorasi oil field baru; belum lagi mismanajemen kegagalanya sehingga export menurun.

Nah ketika kegagalan-kegagalan ini terakumulasi, semuanya dibebankan kepada masyrakat [cabut subsidi] Padahal kalau kita lihat dari contoh di AS dan Saudi.. [kedua negara itu kebijakannya tidak seperti Indonesia]. Kegagalan di Indonesia adalah kegagalan manajemen pemerintah, seperti saya bandingkan diatas. Kita ini hidup jadi kere karena mensubsidi negara2 kaya, sementara kita terlalu bloon diperintah terlalu lama oleh rejim yang kegagalanya juga melewati batas.

Di AS aja, tiap ada kebijakan yang mengancam subsidi rakyat, pasti akan dihantam balik. Seperti tahun kemaren, dimana ‘pasar’ dan orang-orang rating dan IMF memaksa pemerintah AS untuk memotong subsidi karena hutang yang terlalu tinggi, tetapi partai-partai di AS memilih bersatu untuk ‘melawan pasar’, karena menurut partai-partai itu: TUJUAN negeri ini didirikan adalah untuk melindungi rakyatnya, persetan dengan ‘pasar’. ‘Pasar’ itu memang isinya cuman setan.

–akhir kutipan–

Lalu, seorang teman yang mukim di AS bercerita tentang bagaimana subsidi pendidikan di sana.

Subsidi di sini itu ada dua sumbernya, dari federal dan state. Kalau federal salah satu contohnya program Head Start, yaitu program pendidikan awal untuk anak balita bagi keluarga yg pendapatannya di bawah rata2. Dulu dua anak kami masuk program ini waktu preschool. Meski bentuknya subsidi, tapi ortu diberitahu tiap kali ada perkembangan baru mengenai kebijakan dr federal. Misalnya waktu subsidi dikurangi perihal kesulitan ekonomi AS. Ortu dikasih tahu kalau pembatasan pendapatan maksimal yg disyaratkan dirubah dan bakalan cuma sedikit anak yg bisa ikutan program. Tapi bagi anak yg tidak bisa diterima kayak anak bungsu kami yg tidak berkesempatan ikut program Head start, langsung diberi rujukan untuk mendaftar ke preschool lain yg disubsidi pemda state atau kota. Jadi nggak ada yg namanya saat subsidi dikurangi, lalu warga disuruh bingung sendiri. Begitu pula kalau misalnya ada penambahan subsidi, kejelasannya bahkan diumumkan dalam surat resmi dan dibeberkan program2 apa saja yg akan ikut kena positifnya. Ini yg menjadikan subsidi dari pihak manapun bukan hal yg bisa dikorupsi dengan mudah. Karena semuanya transparan utk warga.

Keheranan saya: lho, jadi neoliberalisme yang dianut para pengambil kebijakan ekonomi Indonesia sebenarnya berkiblat ke mana sih? Para ekonom terkenal itu (dan anak buahnya) kan kebanyakan lulusan Amrik, kok ternyata di dalam negerinya AS nggak neolib-neolib amat..?

Pencabutan subsidi yang semena-mena jelas sebuah kezaliman. Kalau kita mau belajar dari Iran (sama-sama negara berkembang; dan posisinya pun sangat sulit karena embargo; supaya tidak ada alasan untuk berkata ‘ya iyalah..AS kan kaya, makanya bisa begitu’), kita bisa lihat bahwa proses pencabutan subsidi dilakukan secara terprogram sejak 1993 (era Rafsanjani). Program ini terus berjalan meski presiden berganti-ganti. Sejak 1999 (era Khatami), dimulailah proyek jangka panjang pembangunan stasiun pengisian CNG; dimulai dengan membangun pipa-pipa gas hingga ke pelosok desa-desa. Tahun 2004, seorang periset senior lembaga riset milik pemerintah berhasil menciptakan tabung CNG untuk mobil dan hasil risetnya itu diproduksi massal oleh pemerintah tahun itu juga. Stasiun pengisian CNG pun dibangun di seantero negeri. Tahun 2004 itu pula, Iran-Khodro (industri mobil terbesar Iran) mulai membuat kit-converter untuk mobil yang mau beralih dari BBM ke CNG. Iran-Khodro juga memulai produksi mobil berbahan bakar CNG yang selesai tahun 2005 (era Ahmadinejad).

Jadi, subsidi dicabut ketika segala sesuatunya siap (misal, bahan bakar gas sudah gampang diakses, dll). Selengkapnya bagaimana cara Iran mencabut subsidinya, sudah saya tulis di sini.

Arsip 2007 ~ Sekarang